Seberapa Penting Minat Baca
Pendidikan Indonesia
dari dulu hingga sekarang selalu mengalami perkembangan dan perubahan, entah
itu berubah ke arah yang lebih baik atau malah menemukan kemerosotan. Hal ini
lumrah terjadi pada negara-negara berkembang yang terus berusaha untuk bangsa dan
negara yang lebih baik lagi. Pendidikan adalah hal utama yang sangat penting
bagi pembangunan dan kesejahteraan sebuah negara. Pendidikan merupakan hal
dasar yang tak dapat terpisahkan, maka dari itu pendidikan sangat lah penting
bagi perkembangan dan kemajuan suatu negara. Pintu gerbang penguasaan ilmu
pengetahuan adalah dengan banyak membaca. Kualitas suatu bangsa dipengaruhi
oleh minat baca masyarakatnya. Sebab membaca dapat membuka jendela ilmu
pengetahuan, dengan demikian sisi lain dari dunia ini akan terlihat sehingga
wawasan dan cara berfikir masyarakat Indonesia dapat lebih luas dan memajukan
kesejahteraan Indonesia.
Sayangnya, berita buruk
mengenai budaya baca atau disebut juga dengan literasi di Indonesia lebih
banyak terdengar dari pada berita baiknya. Saat membeli handphone kebanyakan
orang-orang di Indonesia mengutak-atik handphone tersebut dibandingkan membaca
buku panduan manualnya, hal ini juga terjadi saat membeli obat. Orang Indonesia
lebih memilih mendengarkan penjelasan apoteker atau dokter tentang cara
mengkonsumsi obat tersebut dari pada membaca penjelasan yang ada dalam kemasan
obat tersebut. Dalam mendengarkan sebuah berita, masyarakat Indonesia banyak
termakan oleh berita-berita hoax. Dari sini lah awal mula kata “netizen”
berkonotasi negatif muncul. Terlalu kenyang dengan berita-berita hoax tersebut
menyebabkan masyarakat Indonesia tidak haus akan ilmu pengetahuan. Masyarakat
Indonesia lebih tertarik pada berita-berita selebritas ataupun berita-berita
negatif lainnya dibandingkan dengan ilmu pengetahuan.
Tidak sampai disitu,
berita buruk tentang rendahnya budaya dan minat baca atau literasi Indonesia
terlihat dari data-data hasil penilaian Indonesia di ajang penilaian
internasional PISA yang dirilis oleh Organisation
for Economic Co-Operation and Development (OECD) pada tahun 2015
menunjukkan parahnya minat baca siswa di Indonesia dibandingkan dengan
negara-negara di Dunia. Hasil penelitian PISA terhadap 72 negara dengan
responden nya adalah anak-anak sekolah usia 15 tahun, menghasilkan Indonesia
berada di peringkat 62 dari 70 negara (2 negara lainnya tak memenuhi
kualifikasi penelitian). Dan masih ada lagi beberapa hasil PISA di tahun-tahun
selanjutnya yang tidak jauh berbeda.
Catatan tentang
rendahnya minat membaca ini menjadi faktor terbesar harus dilakukannya
perbaikan dalam pendidikan Indonesia untuk meningkatkan literasi Indonesia.
Tanggung jawab terbesar berada di tangan pemerintah pendidikan, akan tetapi
orang tua dan masyarakat juga turut andil dalam usaha ini. Perubahan dan perkembangan
kurikulum terus dilakukan demi pendidikan yang lebih baik untuk tanah air ini,
akan tetapi kesadaran dan rasa tanggung jawab harus lah ditanamkan tidak hanya
pada tokoh pendidikan akan tetapi masyarakat Indonesia dalam menunjang dan
mendukung pendidikan Indonesia.
Menurut penulis
rendahnya minat baca siswa Indonesia dikarenakan oleh terbiasanya siswa
Indonesia belajar dengan metode ceramah. Pembelajaran di Indonesia lebih
mendominasi dengan metode ceramah, dimana guru menjadi pusat pembelajaran. Guru
mentransfer pengetahuan kepada siswa dan siswa hanya menerima dan mendengarkan,
tak jarang siswa mempercayai dan meyakini bahwa pembelajaran yang disampaikan
oleh guru tersebut adalah kebenaran yang sesungguhnya, meskipun terkadang cara
penyampaian konsep oleh guru tersebut kurang tepat. Metode pembelajaran seperti
ini sudah sejak lama sekali diterapkan, bahkan sampai sekarang pun di beberapa
sekolah masih diterapkan. Terutama dalam pembelajaran eksak seperti Matematika
dan IPA. Pada pembelajaran matematika siswa cenderung menerima rumus, dan
menggunakannya, tetapi kurang mengetahui makna dan pengaplikasiannya dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk apa rumus ini dipelajari, untuk apa rumus ini
digunakan, menghitung apa dan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari apa yang
dapat diselesaikan dengan menggunaan rumus ini.
Akibatnya pada saat
ujian nasional menggunakan soal-soal literasi mengakibatkan siswa-siswa di
Indonesia mengalami kesulitan dalam menjawab soal tersebut. Banyak
komentar-komentar dan video-video yang berisi ungkapan kekesalan dan kesedihan
siswa. Hal ini karena siswa belajar menjawab soal dengan langsung menggunakan
rumus praktis, siswa tidak terbiasa bertemu soal yang membutuhkan kemampuan
literasi dan pemahaman yang tinggi. Hal ini menjadi PR bagi tokoh pendidikan
untuk membenahinya. Bukan berarti tidak ada upaya yang dilakukan pemerintah
untuk membenahi kekurangan tersebut. Upaya pemerintah telah terlihat dengan
adanya perbaikan kurikulum edisi revisi dan perbaikan bahan ajar seperti buku untuk
menunjang pendidikan dan meningkatkan minat baca siswa. Akan tetapi butuh usaha
yang lebih lagi untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai tersebut, sehingga
hasilnya terlihat dengan jelas.
Dalam meningkatkan
minat baca siswa Indonesia telah banyak upaya-upaya yang dilakukan seperti
aktivitas bedah buku, perpustakaan keliling, serta program-program lainnya
untuk mendorong literasi siswa Indonesia. Seperti yang diakukan Ady Akbar
Palimbang Founder Sekolah Literasi Desa, melakukan pengabdian di Sulawesi Selatan
bersama dengan sejumlah aktivis literasi yang lainnya dalam meningkatkan minat
baca dan literasi masyarakat Indonesia khususnya di daerah-daerah terpencil dan
pedesaan. Satu langkah pasti ini menunjukkan adanya kesadaran dan perhatian
khusus dari beberapa kelompok pemuda terhadap kualitas pendidikan Indonesia
terutama masyarakat desa. Tidak hanya di Sulawesi Selatan tetapi Sekolah Literasi Desa ini juga berencana
melakukan pengabdian di Provinsi Sumatera Selatan dan berencana melakukan
program donasi buku untuk daerah-daerah marjinal.
Di beberapa kota
seperti kota Palembang misalnya, dilakukan pelantikan Hj. Percha Leanpuri,
B.Bus, MBA sebagai Duta Literasi Sumsel oleh Gubernur Sumatera Selatan Herman
Deru. Menunjukkan adanya gerakan yang dilakukan pemerintah Sumatera Selatan
untuk meningkatkan minat baca dan literasi masyarakat Sumsel. Serta
mengalokasikan dana untuk taman baca, untuk memfasilitasi masyarakat Sumsel
dalam meningkatkan minat baca dan literasi. Program ini ditujukan bagi seluruh
masyarakat Sumsel mulai dari taman kanak-kanak, paud, sekolah dasar, dan
sekolah menengah, dan orang dewasa, tutur Percha.
Telah terlihat beberapa
upaya yang dilakukan untuk menyikapi masalah tentang rendahnya minat baca dan
literasi di Indonesia. Akan tetapi upaya-upaya ini belum terlihat cukup untuk
mengatasi masalah ini secara keseluruhan. Perlu dilakukannya kajian yang
mendalam tentang apa saja akar-akar permaslahannya agar dapat menemukan
bagaimana solusinya. Hal ini bukanlah PR yang hanya dibebankan kepada pemerintahan
pendidikan dan petinggi-petinggi negara saja, tetapi menjadi PR terhadap
seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk lebih meningkatkan kesadaran dan
turut andil dalam mengupayakan penyelesaian permasalahannya.
Komentar
Posting Komentar